Adapun yang termasuk kepada kesenangan dunia itu seperti harta kekayaan
(al-mal), kejahatan (al-jahl), dan popularitas (asy-syuhrah) mungkin
kita sering melihat atau kita sendiri yang mengalami, banting tulang
untuk mengejar kesenangan dunia mencari harta dan uang
sebanyak-banyaknya tidak mengenal siang dan tidak mengenal malam, kerja
terus tiada hentinya di porsi pikiran dan tenaga untuk itu yang
terbayang dalam pikirannya hanyalah harta dan kekayaan yang melimpah
ruah sedangkan urusan akhirat seperti ibadah
dan amal shaleh terabaikan sama sekali demikian juga ada yang
merengek-rengek meminta jabatan dengan cara menjilat atasan atau dengan
cara suap bahkan dengan cara apa saja ia lakukan, tidak menghiraukan
halal-haram yang terbayang dalam benak pikirannya adalah keindahan dan
kelezatan dan penghasilan yang banyak.
Hari demi hari diisi dengan ekstra kesibukan bahkan kecapaian tidak dihiraukan biar jatuh sakit asalkan punya jabatan sedangkan urusan akhirat ditinggalkan tidak jadi perhatian sama sekali ada juga yang mengejar popularitas murahan. Ingin jadi idola orang, ingin banyak pengagung dan penggemar, ingin banyak pengikut dan murid-muridnya dan ingin jadi perhatian orang ia lakukan dengan cara yang tidak elegan bahkan dengan cara melanggar hukum dan ketentuan agama ia datang kesana dan kesini mempengaruhi orang dan menepuk dadanya seolah-olah dia orang berjasa dia merasa yang paling hebat dan ia paling pintar sedangkan urusan keakhiratan tidak dihiraukan sama sekali walaupun melaksanakan urusan keakhiratannya tetapi tujuannya kesenangan duniawi seperti uang yang banyak pujian dan sanjungan orang-orang kepadanya. Dan tidak ada keikhlasan dalam dirinya mencari kesenangan dunia tidak ada salahnya asalkan dilakukan dengan cara yang benar dan tujuan niat yang baik iklas dan tidak melupakan akhirat Allah SWT memperingatkan kepada manusia agar mewaspadai kesenangan dunia ini sebagaimana dicantumkan dalam Al-Qur’an surat Al-Hadid ayat 20 sebagai berikut.
“Ketahuilah bahwa penghidupan yang rendah atau dunia ini hanyalah permainan kesenangan perhiasan, dan kesombongan diantara kamu dan berbanyak banyakan tentang harta dan anak…"
Kesenangan dunia yang tidak didasari oleh iman bagaikan permainan maksudnya perbuatan yang tidak ada hasilnya hanya main-main saja bagaikan kesenangan maksudnya kesenangan hawa nafsu yang melalaikan urusan akhirat, sehingga terlena dalam kesenangan yang rendah itu. Bagaikan hiasan, maksudnya hanya bagus dilihat dari luarnya saja, dan dipakainya juga hanya sementara. Tafakkur, maksudnya hanya alat untuk bermegah-megah dan menyombongkan diri. Takatsur, maksudnya hanya berlomba-lomba dalam memperbanyak harta dan keturunan. Sehingga aktivitasnya itu berkisar antara makan, kerja sebentar, main, senang-senang, tidur, beranak pinak, dan ujungnya mati. Sungguh tertipu orang yang demikian itu.
Salah seorang sahabat yang bernama Sa’id Bin Jubair memperingatkan kepada temannya yang selalu sibuk memfokuskan dirinya mengejar kesenangan dunia agar jangan melupakan urusan akhirat, dengan sebuah nasehat yang indah:
“Kesengan dunia adalah kesenangan yang menipu jika dengannya engkau jadi terbengkalai mencari kesenangan akhirat. Adapun jika dengannya mendorong engkau untuk mencari keridhoan Allah dan mencari kesenangan akhirat, maka dia tidak sebaik baiknya kesenangan dan sebaik-baiknya sarana (wasilah)”.
Oleh sebab itu, kesenangan dan kelezatan duniawi ini, baik berupa harta yang melimpah atau kedudukan dan jabatan yang tinggi, ataupun popularitas, hendaklah dihasilkan dengan cara yang halal, yang benar dan jujur. Kemudian jika itu telah didapati jadikanlah sebagai sarana untuk mencari kerihaan Allah SWT dan mencapai kesenangan akherat. Karena segala apapun yang didapatkan oleh manusia kelak akan diminta tanggungjawabnya. Akan ditanya min ayna iktasabahu wa fima anfaqohu? Dari mana dan dengan cara apa dihasilkannya, dan dimana ditasharrufkan (pergunakannya)?
Memang tidak dapat dipungkiri, karena sudah fakta, bahwa tujuan hidup manusia didunia ini adalah untuk mengejar kebahagiaan dan kesenangan, baik kesenangan didunia dan juga kesenangan diakhirat. Hal yang demikian tidak disalahkan dalam agama. Akan tetapi pada kenyataannya ada yang hanya menargetkan kesenangan dan kebahagiaan didunia saja, ini yang tertipu dan ada yang hanya mengejar kebahagiaan akhirat saja, ini yang keliru. Ada juga yang mengejar kedua-duanya, inilah yang tidak keliru dan tidak akan tertipu. Bagi seorang muslim, mu’min dan muttaqin tentu yang dikejar dan dicita-citakan adalah kedua-duanya. Ingin kebahagiaan di akherat, serta dijaga dari adzab api neraka.
Konsep kehidupan dunia yang hakiki adalah jika memiliki badan yang sehat beserta afiatnya, pasangan hidup yang shalih dan shalihat, keturunan yang baik, harta yang halal, dan ilmu yang manfaat. Kebahagiaan akhirat, jika kelak bertemu dengan Allah SWT, dalam keadaan ridha dan meridhai serta dijadikan penghuni surga. Disamping itu, terjaga dari adzab/siksa api neraka.
Untuk itu manusia harus menjadi pengikut dan pemerhati urusan akhiratnnya disamping tidak melupakan bagian urusan dunianya, dan lakukan sekarang juga dengan banyak beramal ibaah dan beramal shalih. Jangan menjadi budak dan pengikut dari kesengan duniawi semata.
Sahabat Ali menasehatkan manusia agar menjadi abna’ul akhirat denga fatwanya sbb:
Hari demi hari diisi dengan ekstra kesibukan bahkan kecapaian tidak dihiraukan biar jatuh sakit asalkan punya jabatan sedangkan urusan akhirat ditinggalkan tidak jadi perhatian sama sekali ada juga yang mengejar popularitas murahan. Ingin jadi idola orang, ingin banyak pengagung dan penggemar, ingin banyak pengikut dan murid-muridnya dan ingin jadi perhatian orang ia lakukan dengan cara yang tidak elegan bahkan dengan cara melanggar hukum dan ketentuan agama ia datang kesana dan kesini mempengaruhi orang dan menepuk dadanya seolah-olah dia orang berjasa dia merasa yang paling hebat dan ia paling pintar sedangkan urusan keakhiratan tidak dihiraukan sama sekali walaupun melaksanakan urusan keakhiratannya tetapi tujuannya kesenangan duniawi seperti uang yang banyak pujian dan sanjungan orang-orang kepadanya. Dan tidak ada keikhlasan dalam dirinya mencari kesenangan dunia tidak ada salahnya asalkan dilakukan dengan cara yang benar dan tujuan niat yang baik iklas dan tidak melupakan akhirat Allah SWT memperingatkan kepada manusia agar mewaspadai kesenangan dunia ini sebagaimana dicantumkan dalam Al-Qur’an surat Al-Hadid ayat 20 sebagai berikut.
“Ketahuilah bahwa penghidupan yang rendah atau dunia ini hanyalah permainan kesenangan perhiasan, dan kesombongan diantara kamu dan berbanyak banyakan tentang harta dan anak…"
Kesenangan dunia yang tidak didasari oleh iman bagaikan permainan maksudnya perbuatan yang tidak ada hasilnya hanya main-main saja bagaikan kesenangan maksudnya kesenangan hawa nafsu yang melalaikan urusan akhirat, sehingga terlena dalam kesenangan yang rendah itu. Bagaikan hiasan, maksudnya hanya bagus dilihat dari luarnya saja, dan dipakainya juga hanya sementara. Tafakkur, maksudnya hanya alat untuk bermegah-megah dan menyombongkan diri. Takatsur, maksudnya hanya berlomba-lomba dalam memperbanyak harta dan keturunan. Sehingga aktivitasnya itu berkisar antara makan, kerja sebentar, main, senang-senang, tidur, beranak pinak, dan ujungnya mati. Sungguh tertipu orang yang demikian itu.
Salah seorang sahabat yang bernama Sa’id Bin Jubair memperingatkan kepada temannya yang selalu sibuk memfokuskan dirinya mengejar kesenangan dunia agar jangan melupakan urusan akhirat, dengan sebuah nasehat yang indah:
“Kesengan dunia adalah kesenangan yang menipu jika dengannya engkau jadi terbengkalai mencari kesenangan akhirat. Adapun jika dengannya mendorong engkau untuk mencari keridhoan Allah dan mencari kesenangan akhirat, maka dia tidak sebaik baiknya kesenangan dan sebaik-baiknya sarana (wasilah)”.
Oleh sebab itu, kesenangan dan kelezatan duniawi ini, baik berupa harta yang melimpah atau kedudukan dan jabatan yang tinggi, ataupun popularitas, hendaklah dihasilkan dengan cara yang halal, yang benar dan jujur. Kemudian jika itu telah didapati jadikanlah sebagai sarana untuk mencari kerihaan Allah SWT dan mencapai kesenangan akherat. Karena segala apapun yang didapatkan oleh manusia kelak akan diminta tanggungjawabnya. Akan ditanya min ayna iktasabahu wa fima anfaqohu? Dari mana dan dengan cara apa dihasilkannya, dan dimana ditasharrufkan (pergunakannya)?
Memang tidak dapat dipungkiri, karena sudah fakta, bahwa tujuan hidup manusia didunia ini adalah untuk mengejar kebahagiaan dan kesenangan, baik kesenangan didunia dan juga kesenangan diakhirat. Hal yang demikian tidak disalahkan dalam agama. Akan tetapi pada kenyataannya ada yang hanya menargetkan kesenangan dan kebahagiaan didunia saja, ini yang tertipu dan ada yang hanya mengejar kebahagiaan akhirat saja, ini yang keliru. Ada juga yang mengejar kedua-duanya, inilah yang tidak keliru dan tidak akan tertipu. Bagi seorang muslim, mu’min dan muttaqin tentu yang dikejar dan dicita-citakan adalah kedua-duanya. Ingin kebahagiaan di akherat, serta dijaga dari adzab api neraka.
Konsep kehidupan dunia yang hakiki adalah jika memiliki badan yang sehat beserta afiatnya, pasangan hidup yang shalih dan shalihat, keturunan yang baik, harta yang halal, dan ilmu yang manfaat. Kebahagiaan akhirat, jika kelak bertemu dengan Allah SWT, dalam keadaan ridha dan meridhai serta dijadikan penghuni surga. Disamping itu, terjaga dari adzab/siksa api neraka.
Untuk itu manusia harus menjadi pengikut dan pemerhati urusan akhiratnnya disamping tidak melupakan bagian urusan dunianya, dan lakukan sekarang juga dengan banyak beramal ibaah dan beramal shalih. Jangan menjadi budak dan pengikut dari kesengan duniawi semata.
Sahabat Ali menasehatkan manusia agar menjadi abna’ul akhirat denga fatwanya sbb:
وَقَالَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: ارْتَحَلَتِ الدُّنْيَا مُدْبِرَةً وَارْتَحَلَتِ الْآخِرَةُ مُقْبِلَةً, وَلِكُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا بَنُونَ. فَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الْآخِرَةِ وَلَا تَكُونُوا مِنْ أَبْنَاءِ الدُّنْيَا, فَإِنَّ الْيَوْمَ عَمَلٌ وَلَا حِسَابَ, وَغَدًا
Demikianlah semoga kita terhindar dari tipu daya syetan yang selalu memakai sarana tipuannya dengan kesenangan dunia, dan kita golongkan kepada abna’ul akhirat, yang segala gerak dan tindak kita serta aktivitas kita selalu dihubungkan alias tidak terlepas dari soal keakhiratan.
Penulis : Drs. H. Ahmad Daerobby, M.Ag
Published by: Basyier
Edited by: Ifan Nugraha Ash-shiddiq
0 komentar:
Posting Komentar